A. Guru
Sebagai Pendidik dan Jabatan Profesional
a. Hakikat Pendidikan
Kata pendidikan, pendidik, guru, dan pengajar, sudah
tidak asing lagi di telinga kita. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukannya.[1]
Menurut Nursyid Sumaatmadja pendidikan adalah proses kegiatan mengubah prilaku
individu ke arah kedewasaan dan kematangan.[2]
Sedangkan pendidik ialah siapa saja (orang) yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik menuju ke arah kedewesaan. Ada juga yang menyebutkan
bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru,dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.[3]
Guru dalam pendidikan merupakan unsur yang penting,
guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah
atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Seorang guru dimasa sekarang bukan hanya
sebagai pengajar (al-muallim),
melainkan juga sebagai pendidik (al-murabbi),
pemikir dan penemu (ulul-al-bab),
peneliti terhadap ayat-ayat qauliah yang ada dalam Al-Qur’an dan ayat-ayat
qauniyah yang terdapat di alam jagat raya (al-ulama), pemberi peringatan dan
taushiyah (ahl al-dzikr), pengawal fenomina
yang terjadi (al-rasikhun fi al-ilm),
pengawal moral dan spiritual (al-Muzzaki), mampu memberi makna terhadap
berbagai fenomena yang terjadi (al-rusikhun
fi al-ilm), pengawal bagi terbentuknya masyarakat madani (al-muaddib), memiliki kecerdasan yang
tinggi (ulu al-absyar dan ulu al-nuha),
pengembang ilmu pengetahuan (al-mudarris),
fasilitator, komunikator, dan tutor (al-ustadz),
pemberi penjelasan terhadap berbagai perkembangan masyarakat (al-mubayyin), dan sebagainya.[4]
Dalam
bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik. Menurut Zakiah Darajat (1992), tidak sembarangan orang dapat
melakukan tugas guru, tetapi orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan
berikut ini yang dipandang mampu, yaitu: bertakwa, berilmu, sehat jasmani, dan
berkelakuan baik.[5]
Syarat-syarat
pendidik yaitu: a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME; b) Berwawasan
Pancasila dan UUD 45; c) Memiliki kualfikasi SI dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran; d) Sehat jasmani dan rohani; e) Memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional; dan f) Berdedikasi tinggi.[6]
b.
Guru Sebagai Tenaga Profesional
Sebelum kita menetapkan
apakah mengajar merupakan tugas guru yang termasuk profesi atau tidak atau
bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa, kiranya perlu kita ketahui
persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas termasuk profesi. Belakangan
telah sedemikian meluas istilah profesi atau professional dikenal dalam
masyarakat. Namun sering kali pemahamannya kurang tepat.
Profesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan lebih lama dan khusus
pada tingkat pendidikan tinggi, yang pelaksanaannya diatur oleh kode etik, dan
menurut kearifan atau kesadaran serta pertimbangan pribadi yang tinggi. Qomari
Anwar mendefinisikan profesi adalah sebuah sebutan yang didapat seseorang
setelah mengikuti pendidikan, pelatihan ketrampilan dalam waktu yang cukup
lama, sehingga dia punya kewenangan memberikan suatu keputusan mandiri
berdasarkan kode etik tertentu, yang harus dipertanggungjawabkan sampai
kapanpun. Sedangkan, propfesionalitas yaitu sebutan terhadap kualitas sikap para
anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk dapat melaksanakan tugasnya. Adapun
profesional merupakan sebutan bagi seseorang yang menyandang suatu profesi
tertentu.
Jabatan
guru merupakan jabatan profesional. Kriteria jabatan profesional antara lain
bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu
yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlakukan latihan
dalam jabatan yang bersinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen, menentukan baku prilakunya, mementingkan layanan, mempunyai
organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.[7]
Dalam
UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, dikatakan bahwa profesi guru dan dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional
sebagai berikut: 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2)
Memiliki komitmen untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia; 3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4) Memiliki kompetensi yang
diperlukan kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5) Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6) Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7) Memiliki
kesempatan dan peluang dalam mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat; 8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya itu; dan 9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[8]
Ada beberapa alasan
guru harus bersifat profesional dalam proses belajar mengajar, diantaranya:
1)
Meningkatkan mutu pendidikan;
2)
Perkembangan teknologi informasi;
3)
Otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan;
4)
Berkenaan dengan kesejahteraan,
penghargaan pada profesinya, kesempatan untuk meningkatkan profesinya, jaminan
keselamatan dalam melaksanakan tugasnya dan lain sebagainya dalam profesinya
sebagai guru.
c.
Tugas Pokok Guru
Guru
adalah pendidik prifesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[9]
Tugas
guru meliputi:
a)
Merencanakan program pembelajaran;
b)
Mengelola proses pembelajaran;
c)
Menilai proses hasil belajar;
d)
Mendiagnosis berbagai masalah yang
ditemukan dalam proses pembelajaran;
e)
Memperbaiki program pembelajaran dan
memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik di luar jam pelajaran.
Efektivitas dan efisien
belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin
Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas,
seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1)
Konservator (pemelihara) sistem nilai
yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2)
Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu
pengetahuan;
3)
Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai
tersebut kepada peserta didik;
4)
Transformator (penterjemah)
sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan
perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5) Organisator
(penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun
secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).[10]
B.
Kode
Etik Guru
Sebagai jabatan
profesi, guru memiliki kode etik. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. Kode
etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi
di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyyarakat. Kode
etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Kode etik guru
Indonesia dirumuskan sebagai kumpulan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru
yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang bulat.
Made Pidarta (1997: 273) menyimpulkan
kode etik pendidik sebagai berikut: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa; 2) Setia pada Pancasila, UUD 1945, dan Negara; 3) Menjunjung tinggi
harkat dan martabat peserta didik; 4) Berbakti kepada peserta didik dalam
membantu mereka mengembangkan diri; 5) Selalu bersikap ilmiah dan menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; 6) Lebih mengutamakan tugas pokok
dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan; 7) Betanggung jawab,
jujur, berprestasi dan akuntabel dalam bekerja; 8) Dalam bekerja berpegang
teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan; 9) Menjadi suri teladan
bagi peserta didik dalam berprilaku; 10)
Berprakarsa; 11) Memiliki sifat kepemimpinan; 12) Menciptakan suasana proses
pembelajaran yang kondusif; 13) Memelihara keharmonisan pergaulan dan
komunikasi serta kerja sama dengan baik dalam pendidikan; 14) Mengadakan kerja
sama dengan orang tua peserta didik dan tokoh-tokoh masyarakat; 15) Taat kepada
peraturan perundang-undangan dan kedinasan; 16) Mengembangkan pofesi secara
kontinu; dan 17) Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi profesi.[11]
C.
Upaya
Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan
profesi guru dapat dilakukan baik dalam pendidikan prajabatan maupun setelah
bertugas (dalam jabatan).
Strategi
pengembangan profesi dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:
a) Melalui
pelaksanaan tugas
b) Melalui
responsi
c) Melalui
penelusuran dan perkembangan diri
d) Melalui
dukungan sistem
Upaya-upaya pengembangan profesi guru
dapat juga dilakukan melalui program Sertifikasi, melalui organisasi
kependidikan (seperti: MGMP, KKG, MGBS), melalui kegiatan ilmiah (seperti:
penelitian, diskusi, antar sejawat, membaca karya akademik kekinian, pelatihan,
studi banding, observasi dan praktial).
A.
Kompetensi
Kepribadian Guru
Guru
yang berkualitas harus memenuhi beberapa syarat kompetensi. Kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi
yang harus dimiliki guru yaitu: Pertama,
kompetensi pedagogik, meliputi kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
dan melakukan evaluasi. Kedua,
kompetensi kepribadian. Seorang guru harus memiliki kepribadian mantap, stabil,
dewasa, arif dan dapat menjadi teladan. Guru juga harus memiliki kompetensi
profesional dan sosial.
Sangat
penting bagi seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat dibedakan
ia dengan guru yang lain. Kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut sebagai
sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat
penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau
melalui atasannya saja.[12]
Kepribadian
mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian
seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan,
tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian
seseorang.
Kepribadian
akan turut menetukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik
atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Sikap dan citra negatif
seorang guru dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak
mencemarkan nama baik guru.
Guru
sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh
yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya.
Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang
positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan
murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi
terutama yang diambil dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan
perkataan, tidak munafik.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian guru diantaranya adalah faktor
hereditas, selain itu juga dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya seperti
lingkungan, pendidikan, umur, dan penghasilan.[13]
Sedangkan faktor penyebab rendahnya kompetensi yaitu karena secara kualifikasi
tidak seluruh guru memenuhi latar belakang pendidikan yang memadai dan terdapat
guru yang tidak sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
B.
Implikasi
Teori Kepribadian dan Etika dalam Pengembangan Kepribadian Guru
Kepribadian
adalah sesuatu yang terdapat dalam diri seseorang yang membimbing dan memberi
arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan (Allport).
Kepribadian juga berarti kesatuan sifat yang sempurna atau kematangan sifat
pada individu baik jasmani, akal sosial dan intelegensia dalam interaksi sosial
dan berbeda dengan yang lainnya secara jelas. Abdul Madjid bin Masud mengartikan
kepribadian yaitu sebagai sistem yang sempurna atau pertumbuhan yang sempurna
meliputi kematangan fisik, sikap dan pengetahuan yang menentukan keinginan
individu dan membedakannya dengan yang lain. Dapat dinyatakan bahwa kepribadian
guru adalah sifat hakiki seorang guru yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakannya dengan orang lain.
Kepribadian
(personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan
pemikiran, kajian, atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para
ahli. Objek kajian kepribadian adalah human behavior prilaku manusia yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan begaimana prilaku tersebut.
Dalam islam kepribadian sering diidentikan dengan akhlak.
Sementara
itu , Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang
didalamnya mencakup:
a) Karakter
b) Temperamen
c) Sikap
d) Stabilitas
emosi
e) Responsibilitas
(tanggung jawab)
f) Sosiabilitas
Mendeskripsikan
sikap profesional keguruan tidak lepas dari asumsi yang melandasi keberhasilan
guru itu sendiri. Pribadi guru unggul secara ideal dapat mengacu pada sosok
Nabi Muhammad saw. sebagai pendidik yang memiliki kepribadian unggul, seperti
jujur, dapat dipercaya, mampu menyampaikan (transpormasi dan internalisasi)
nilai, cerdas, berwibawa, arif/bijaksana, memilki kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.
Guru
di sekolah dan madrasah diharapkan mampu mengimplementasikan sifat-sifat Nabi
Muhammad saw. sebagai sosok pendidik yang mempunyai kepribadian unggul. Pribadi
guru yang diharapkan siswa-siswa di sekolah adalah pribadi yang menarik secara
fisik, gagah, berani, berwibawa, dan secara intelektual memiliki kecerdasan
tinggi, tidak mudah lupa, mampu menganalisis
persoalan kehidupan manusia secara integratif, serta mampu mencari jalan
keluar atas problema yang dihadapi peserta didik. Dapat dinyatakan bahwa
pribadi yang diharapkan yaitu pribadi guru yang memilki keseimbangan antara
aqal, jasmani, dan rohani.
Pengembangan
kepribadian guru dipahami berkontribusi secara positif bagi guru dalam
melaksanakan tugas sebagai guru yang memiliki kepribadian unggul.
C.
Pribadi
yang Sehat dan Pribadi yang Tidak Sehat
Berdasarkan penelitian
guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan radang tenggorok
sampai sariawan. Hal ini dikarenakan intensitas mengajar yang tinggi tanpa
ditopang dengan asupan vitamin yang memadai, akhirnya yang terjadi sistem imun
(kekebalan) menurun dan ia menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit,
terutama dua penyakit di atas. Disamping faktor kesehatan fisik yang terganggu,
para guru juga mengalami banyak gangguan mentalnya.
Berdasarkan penelitian
itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami gangguan mental, dan diantaranya
ada yang memerlukan perawatan psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak
menunjukkan apakah gangguan mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru
dibandingkan dengan profesi lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental
itu telah ada pada calon guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan
profesinya ataukah gangguan mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya
sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga manakah gangguan mental itu
merugikan murid dan proses belajar mengajar.
Kepribadian dapat
diklasifikasikan dengan kepribadian sehat dan kepribadian tidak sehat.
Dikatakan pribadi yang sehat apabila sesuai dengan pribadi yang
dikehendaki secara wajar dan sesuai
dengan norma, aturan, dan kaidah kepribadian. Pribadi yang tidak sehat adalah
yang menyimpang dari kebiasaan pada umumnya atau bertentangan dengan norma,
aturan, dan kaidah kepribadian yang seharusnya ditampilkan. Elizabeth (Syamsu
Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat
sebagai berikut:
a) Kepribadian
yang sehat, terdiri dari:
1)
Mampu menilai diri sendiri secara realistik
2)
Mampu menilai situasi secara realistik
3)
Mampu menilai prestasi yang diperoleh
secara realistik
4)
Menerima tanggung jawab
5)
Kemandirian
6)
Dapet mengontrol emosi
7)
Berorientasi tujuan
8)
Berorientasi keluar (ekstrovert)
9)
Penerimaan sosial
10)
Memiliki filsafat hidup
11)
Berbahagia
Menurut Gordon W.
Allport (1897-1967)[14],
terdapat tujuh kriteria tentang sifat-sifat khusus kepribadian yang sehat,
yaitu:
1)
Perluasan perasaan diri
2)
Relasi sosial yang hangat
3)
Keamanan emosional
4)
Persepsi realistis
5)
Keterampilan dan tugas
6)
Pemahaman diri
7)
Filsafat hidup
b) Kepribadian
yang tidak sehat, terdiri dari:
1)
Mudah marah (tersinggung)
2)
Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan
3)
Sering merasa tertekan (stress atau
defresi)
4)
Bersikap kejam atau senang mengganggu
orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
5)
Ketidakmampuan untuk menghindar dari
prilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
6)
Kebiasaan berbohong
7)
Hiperaktif
8)
Bersikap memusuhisemua bentuk otoritas
9)
Senang mengkritik atau mencemooh orang
lain
10)
Sulit tidur
11)
Kurang memilki rasa tanggung jawab
12)
Sering mengalami pusing kepala
(meeskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
13)
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati
ajaran agama
14)
Pesimis dalam menghadapi kehidupan
15) Kurang
dalam ibergairah (bermuram durja) menjalan kehidupan
D.
Etika
Guru
Ibn jamaah
mengklasifikasikan etika guru untuk memudahkan pembahasan dan memperjelas
aspek-aspek yang berbeda, dengan konsep yang jelas. Beliau membagi etika guru
kedalam tiga bagian, di antaranya:
1) Etika
guru pada dirinya
2) Etika
guru pada muridnya
3) Etika
guru dalam mengajar
Menurut
Imam Al-Ghazali kepribadian dan etika guru adalah sebagai berikut:
a) Kasih
sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri.
b) Meneladani
Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan.
c) Hendaknya
tidak memberi predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan
kompeten untuk menyandangnya, dan jangan memberi ilmu yang samar (al-‘ilm
al-khafy) sebelum tuntas ilmu yang jelas (al-‘ilm al-jaly)
d) Hendaknya
mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat mungkin) dengan cara
sindiran dan tidak tunjuk hidung.
e) Guru
yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak menjelek-jelekan atau
merendahkan bidang studi yang lain.
f) Menyajikan
pelajaran pada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka.
g) Dalam
menghadapi peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang
global dan tidak perlu menyajikan detailnya.
h) Guru
hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan
perbuatannya.
[1]
Ara Hidayat dan Imam
Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung:
Pustaka Educa, 2010), hlm. 32
[2] Nursid Sumaatmadja, Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, (Bandung:
Alfabeta, 2002), hlm. 39
[3] Ara Hidayat dan Imam Machali, op.cit., hlm. 337
[4] Abbudin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam, (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2006), hlm. 6
[5]
http://www.the-az.com/makalah-pengaruh-penerapan-hukuman-terhadap-kemandirian-siswa-dalam-belajar
[6] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru, (Bandung:
CV. Insan Mandiri, 2010), hlm. 8
[7]
Uus Ruswandi dan Badrudin,
loc.cit., hlm. 16
[8] Uus Ruswandi, dkk. Landasan Pendidikan, (Bandung: CV. Insan
Mandiri,2008), hlm. 183
[9] UU Nomor 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 1.
[10]
http://www.the-az.com/makalah-pengaruh-penerapan-hukuman-terhadap-kemandirian-siswa-dalam-belajar/
[11] Uus Ruswandi, dkk. op.cit., hlm
192
[13] Uus Ruswandi dan Badrudin,
op.cit., hlm. 38-42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar