Selasa, 19 Juni 2012

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN GURU


A. Guru Sebagai Pendidik dan Jabatan Profesional
a.      Hakikat Pendidikan
Kata pendidikan, pendidik, guru, dan pengajar, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukannya.[1] Menurut Nursyid Sumaatmadja pendidikan adalah proses kegiatan mengubah prilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan.[2] Sedangkan pendidik ialah siapa saja (orang) yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik menuju ke arah kedewesaan. Ada juga yang menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[3]
Guru dalam pendidikan merupakan unsur yang penting, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.  Seorang guru dimasa sekarang bukan hanya sebagai pengajar (al-muallim), melainkan juga sebagai pendidik (al-murabbi), pemikir dan penemu (ulul-al-bab), peneliti terhadap ayat-ayat qauliah yang ada dalam Al-Qur’an dan ayat-ayat qauniyah yang terdapat di alam jagat raya (al-ulama), pemberi peringatan dan taushiyah (ahl al-dzikr), pengawal fenomina yang terjadi (al-rasikhun fi al-ilm), pengawal moral dan spiritual (al-Muzzaki), mampu memberi makna terhadap berbagai fenomena yang terjadi (al-rusikhun fi al-ilm), pengawal bagi terbentuknya masyarakat madani (al-muaddib), memiliki kecerdasan yang tinggi (ulu al-absyar dan ulu al-nuha), pengembang ilmu pengetahuan (al-mudarris), fasilitator, komunikator, dan tutor (al-ustadz), pemberi penjelasan terhadap berbagai perkembangan masyarakat (al-mubayyin), dan sebagainya.[4]
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Menurut Zakiah Darajat (1992), tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru, tetapi orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan berikut ini yang dipandang mampu, yaitu: bertakwa, berilmu, sehat jasmani, dan berkelakuan baik.[5]
Syarat-syarat pendidik yaitu: a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME; b) Berwawasan Pancasila dan UUD 45; c) Memiliki kualfikasi SI dan kompetensi sebagai agen pembelajaran; d) Sehat jasmani dan rohani; e) Memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; dan f) Berdedikasi tinggi.[6]
b.      Guru Sebagai Tenaga Profesional
Sebelum kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang termasuk profesi atau tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa, kiranya perlu kita ketahui persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas termasuk profesi. Belakangan telah sedemikian meluas istilah profesi atau professional dikenal dalam masyarakat. Namun sering kali pemahamannya kurang tepat.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan lebih lama dan khusus pada tingkat pendidikan tinggi, yang pelaksanaannya diatur oleh kode etik, dan menurut kearifan atau kesadaran serta pertimbangan pribadi yang tinggi. Qomari Anwar mendefinisikan profesi adalah sebuah sebutan yang didapat seseorang setelah mengikuti pendidikan, pelatihan ketrampilan dalam waktu yang cukup lama, sehingga dia punya kewenangan memberikan suatu keputusan mandiri berdasarkan kode etik tertentu, yang harus dipertanggungjawabkan sampai kapanpun. Sedangkan, propfesionalitas  yaitu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melaksanakan tugasnya. Adapun profesional merupakan sebutan bagi seseorang yang menyandang suatu profesi tertentu.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlakukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku prilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.[7]
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut: 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2) Memiliki komitmen untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4) Memiliki kompetensi yang diperlukan kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7) Memiliki kesempatan dan peluang dalam mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya itu; dan 9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang  berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[8]
Ada beberapa alasan guru harus bersifat profesional dalam proses belajar mengajar, diantaranya:
1)      Meningkatkan mutu pendidikan;
2)      Perkembangan teknologi informasi;
3)      Otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan;
4)      Berkenaan dengan kesejahteraan, penghargaan pada profesinya, kesempatan untuk meningkatkan profesinya, jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugasnya dan lain sebagainya dalam profesinya sebagai guru.
c.       Tugas Pokok Guru
Guru adalah pendidik prifesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,  dan pendidikan menengah.[9]
Tugas guru meliputi:
a)      Merencanakan program pembelajaran;
b)      Mengelola proses pembelajaran;
c)      Menilai proses hasil belajar;
d)     Mendiagnosis berbagai masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran;
e)      Memperbaiki program pembelajaran dan memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik di luar jam pelajaran.
Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1)      Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2)      Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3)      Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4)      Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5)      Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).[10]
B.     Kode Etik Guru
Sebagai jabatan profesi, guru memiliki kode etik. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyyarakat. Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Kode etik guru Indonesia dirumuskan sebagai kumpulan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang bulat.
Made Pidarta (1997: 273) menyimpulkan kode etik pendidik sebagai berikut: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Setia pada Pancasila, UUD 1945, dan Negara; 3) Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik; 4) Berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri; 5) Selalu bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; 6) Lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan; 7) Betanggung jawab, jujur, berprestasi dan akuntabel dalam bekerja; 8) Dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan; 9) Menjadi suri teladan bagi  peserta didik dalam berprilaku; 10) Berprakarsa; 11) Memiliki sifat kepemimpinan; 12) Menciptakan suasana proses pembelajaran yang kondusif; 13) Memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta kerja sama dengan baik dalam pendidikan; 14) Mengadakan kerja sama dengan orang tua peserta didik dan tokoh-tokoh masyarakat; 15) Taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan; 16) Mengembangkan pofesi secara kontinu; dan 17) Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.[11]
C.    Upaya Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan profesi guru dapat dilakukan baik dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
Strategi pengembangan profesi dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:
a)      Melalui pelaksanaan tugas
b)      Melalui responsi
c)      Melalui penelusuran dan perkembangan diri
d)     Melalui dukungan sistem 
Upaya-upaya pengembangan profesi guru dapat juga dilakukan melalui program Sertifikasi, melalui organisasi kependidikan (seperti: MGMP, KKG, MGBS), melalui kegiatan ilmiah (seperti: penelitian, diskusi, antar sejawat, membaca karya akademik kekinian, pelatihan, studi banding, observasi dan praktial).
A.    Kompetensi Kepribadian Guru
Guru yang berkualitas harus memenuhi beberapa syarat kompetensi. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu: Pertama, kompetensi pedagogik, meliputi kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik dan melakukan evaluasi. Kedua, kompetensi kepribadian. Seorang guru harus memiliki kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif dan dapat menjadi teladan. Guru juga harus memiliki kompetensi profesional dan sosial.
Sangat penting bagi seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain. Kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atasannya saja.[12]
Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang.
Kepribadian akan turut menetukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Sikap dan citra negatif seorang guru dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak mencemarkan nama baik guru.
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambil dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan, tidak munafik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian guru diantaranya adalah faktor hereditas, selain itu juga dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya seperti lingkungan, pendidikan, umur, dan penghasilan.[13] Sedangkan faktor penyebab rendahnya kompetensi yaitu karena secara kualifikasi tidak seluruh guru memenuhi latar belakang pendidikan yang memadai dan terdapat guru yang tidak sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
B.     Implikasi Teori Kepribadian dan Etika dalam Pengembangan Kepribadian Guru
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat dalam diri seseorang yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan (Allport). Kepribadian juga berarti kesatuan sifat yang sempurna atau kematangan sifat pada individu baik jasmani, akal sosial dan intelegensia dalam interaksi sosial dan berbeda dengan yang lainnya secara jelas. Abdul Madjid bin Masud mengartikan kepribadian yaitu sebagai sistem yang sempurna atau pertumbuhan yang sempurna meliputi kematangan fisik, sikap dan pengetahuan yang menentukan keinginan individu dan membedakannya dengan yang lain. Dapat dinyatakan bahwa kepribadian guru adalah sifat hakiki seorang guru yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakannya dengan orang lain.
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian, atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah human behavior prilaku manusia yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan begaimana prilaku tersebut. Dalam islam kepribadian sering diidentikan dengan akhlak.
Sementara itu , Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang didalamnya mencakup:
a)      Karakter
b)      Temperamen
c)      Sikap
d)     Stabilitas emosi
e)      Responsibilitas (tanggung jawab)
f)       Sosiabilitas
Mendeskripsikan sikap profesional keguruan tidak lepas dari asumsi yang melandasi keberhasilan guru itu sendiri. Pribadi guru unggul secara ideal dapat mengacu pada sosok Nabi Muhammad saw. sebagai pendidik yang memiliki kepribadian unggul, seperti jujur, dapat dipercaya, mampu menyampaikan (transpormasi dan internalisasi) nilai, cerdas, berwibawa, arif/bijaksana, memilki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.
Guru di sekolah dan madrasah diharapkan mampu mengimplementasikan sifat-sifat Nabi Muhammad saw. sebagai sosok pendidik yang mempunyai kepribadian unggul. Pribadi guru yang diharapkan siswa-siswa di sekolah adalah pribadi yang menarik secara fisik, gagah, berani, berwibawa, dan secara intelektual memiliki kecerdasan tinggi, tidak mudah lupa, mampu menganalisis  persoalan kehidupan manusia secara integratif, serta mampu mencari jalan keluar atas problema yang dihadapi peserta didik. Dapat dinyatakan bahwa pribadi yang diharapkan yaitu pribadi guru yang memilki keseimbangan antara aqal, jasmani, dan rohani.
Pengembangan kepribadian guru dipahami berkontribusi secara positif bagi guru dalam melaksanakan tugas sebagai guru yang memiliki kepribadian unggul.
C.    Pribadi yang Sehat dan Pribadi yang Tidak Sehat
Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang memadai, akhirnya yang terjadi sistem imun (kekebalan) menurun dan ia menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit di atas. Disamping faktor kesehatan fisik yang terganggu, para guru juga mengalami banyak gangguan mentalnya.
Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami gangguan mental, dan diantaranya ada yang memerlukan perawatan psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar mengajar.
Kepribadian dapat diklasifikasikan dengan kepribadian sehat dan kepribadian tidak sehat. Dikatakan pribadi yang sehat apabila sesuai dengan pribadi yang dikehendaki  secara wajar dan sesuai dengan norma, aturan, dan kaidah kepribadian. Pribadi yang tidak sehat adalah yang menyimpang dari kebiasaan pada umumnya atau bertentangan dengan norma, aturan, dan kaidah kepribadian yang seharusnya ditampilkan. Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat sebagai berikut:
a)      Kepribadian yang sehat, terdiri dari:
1)      Mampu menilai diri sendiri secara realistik
2)      Mampu menilai situasi secara realistik
3)      Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik
4)      Menerima tanggung jawab
5)      Kemandirian
6)      Dapet mengontrol emosi
7)      Berorientasi tujuan
8)      Berorientasi keluar (ekstrovert)
9)      Penerimaan sosial
10)  Memiliki filsafat hidup
11)  Berbahagia
Menurut Gordon W. Allport (1897-1967)[14], terdapat tujuh kriteria tentang sifat-sifat khusus kepribadian yang sehat, yaitu:
1)      Perluasan perasaan diri
2)      Relasi sosial yang hangat
3)      Keamanan emosional
4)      Persepsi realistis
5)      Keterampilan dan tugas
6)      Pemahaman diri
7)      Filsafat hidup
b)      Kepribadian yang tidak sehat, terdiri dari:
1)      Mudah marah (tersinggung)
2)      Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan
3)      Sering merasa tertekan (stress atau defresi)
4)      Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
5)      Ketidakmampuan untuk menghindar dari prilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
6)      Kebiasaan berbohong
7)      Hiperaktif
8)      Bersikap memusuhisemua bentuk otoritas
9)      Senang mengkritik atau mencemooh orang lain
10)  Sulit tidur
11)  Kurang memilki rasa tanggung jawab
12)  Sering mengalami pusing kepala (meeskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
13)  Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
14)  Pesimis dalam menghadapi kehidupan
15)  Kurang dalam ibergairah (bermuram durja) menjalan kehidupan
D.    Etika Guru
Ibn jamaah mengklasifikasikan etika guru untuk memudahkan pembahasan dan memperjelas aspek-aspek yang berbeda, dengan konsep yang jelas. Beliau membagi etika guru kedalam tiga bagian, di antaranya:
1)      Etika guru pada dirinya
2)      Etika guru pada muridnya
3)      Etika guru dalam mengajar
Menurut Imam Al-Ghazali kepribadian dan etika guru adalah sebagai berikut:
a)      Kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri.
b)      Meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan.
c)      Hendaknya tidak memberi predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya, dan jangan memberi ilmu yang samar (al-‘ilm al-khafy) sebelum tuntas ilmu yang jelas (al-‘ilm al-jaly)
d)     Hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung.
e)      Guru yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak menjelek-jelekan atau merendahkan bidang studi yang lain.
f)       Menyajikan pelajaran pada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka.
g)      Dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan detailnya.
h)      Guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.


[1] Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm. 32
[2] Nursid Sumaatmadja, Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, (Bandung: Alfabeta, 2002), hlm. 39
[3] Ara Hidayat dan Imam  Machali, op.cit., hlm. 337
[4] Abbudin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hlm. 6
[5] http://www.the-az.com/makalah-pengaruh-penerapan-hukuman-terhadap-kemandirian-siswa-dalam-belajar
[6] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru, (Bandung: CV. Insan Mandiri, 2010), hlm. 8
[7] Uus Ruswandi dan Badrudin, loc.cit., hlm. 16
[8] Uus Ruswandi, dkk. Landasan Pendidikan, (Bandung: CV. Insan Mandiri,2008), hlm. 183
[9] UU Nomor 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 1.
[10] http://www.the-az.com/makalah-pengaruh-penerapan-hukuman-terhadap-kemandirian-siswa-dalam-belajar/
[11] Uus Ruswandi, dkk. op.cit., hlm 192
[13] Uus Ruswandi dan Badrudin, op.cit., hlm. 38-42
[14] http://www.kompas.com/read/xml/2008/01/10/20084435